Ekspos Sumbar (PADANG) - Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menghadapi Pilkada haruslah netral. Saat ini, aturan netralitas ASN dalam ...
Ekspos Sumbar (PADANG) - Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menghadapi Pilkada haruslah netral. Saat ini, aturan netralitas ASN dalam menghadapi pemilihan kepala daerah semakin ketat. Unggahan-unggahan konten yang menyangkut pilkada seperti foto, memberi komentar, bahkan menyukai unggahan berbau pilkada pun bakal menjadi sasaran sanksi untuk ASN.
PNS pun dilarang foto bersama, selfie. Termasuk dengan ASN yang pasangannya (istri atau suami) yang menyalonkan pada Pilkada, apalagi dengan gerakan simbol tangan. PNS juga dilarang menjadi narasumber parpol, dan dilarang terlibat dalam pertemuan partai politik. PNS dilarang pendekatan ke parpol terkait dirinya maupun orang lain.
Hal itu ditandai dengan terbitnya surat Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Nomor B-2900/KASN/11/2017 tanggal 10 November 2017 hal Pengawasan Netralitas Pegawai ASN pada Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2018 dan Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor B/71/M.SM.00.00/2017 tanggal 27 Desember 2017 hal Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2018, Pemilihan Legislatif Tahun 2019, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019.
Mantan Pejabat Bupati Solok Selatan, Marzuki Onmar mengatakan, ketatnya peraturan tak kunjung membuat jera beberapa ASN, bahkan ada diantara mereka adalah pimpinan OPD yang secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi mendukung salah satu pasangan calon pada Pilkada 2018 mendatang.
“Ini budaya lama yang tak seharusnya di lakukan oleh ASN. Tujuannya jelas hanya untuk melanggengkan jabatannya, atau takut kehilangan kekuasaan,” katanya, Selasa (20/3).
Untuk menduduki suatu jabatan di OPD tidak seharusnya ditempuh dengan cara-cara yang kurang elegan tersebut. Ketua Tim Relawan Pasangan Emzalmi Desri ini menuturkan sikapnya ketika masih menjadi ASN dalam menghadapi kondisi yang terjadi ketika Pemilihan Kepala Daerah.
“Ketika saya ditugaskan sebagai pejabat Bupati Solok Selatan oleh Gubernur Sumatera Barat (ketika itu Zainal Bakar), sementara mantan Bupati Solok, Gamawan Fauzi juga ikut berjibaku dalam pemilihan Gubernur Sumatera Barat. Orang pasti berpikir saya ikut bermain dalam politik praktis dan menjadi tim sukses salah satu calon, namun itu tidak saya lakukan,” ujar mantan Komisaris PT. Dinamika (BUMD) yang akrab disapa Maron ini.
Ia justeru tetap berkonsentrasi pada amanah yang sudah diberikan oleh Gubernur Sumatera Barat sebagai pejabat Bupati. Namun Maron mengakui bahwa terkadang ada kegamangan sebagian ASN akibat intervensi politik masih sangat besar dalam manajemen pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai.
Hal ini kadang terjadi pada saat usai pemilihan Kepala Daerah. Banyak pejabat-pejabat yang dinilai memiliki etos kerja yang bagus justeru terdepak ketika dilakukan pengangkatan kepala OPD yang baru. Tapi Maron mengatakan hal ini sering terjadi akibat ulah dari ASN itu sendiri, karena latah masuk ke ranah politik praktis dan terlibat mendukung salah satu calon yang kalah.
“Karena dinilai tidak sejalan maka tidak diberi jabatan. Lain halnya kalau netral dan hanya kosentrasi menjalankan tugas sesuai dengan aturan, saya rasa tidak akan berdampak terhadap jabatan. Dan itu saya alami sendiri,” ujar ketua Forum Tigo Sandiang ini.
Ia justeru diberi jabatan sebagai Komisaris Utama PT. Dinamika (BUMD) oleh Gubernur Sumatera Barat terpilih Gamawan Fauzi. Padahal dirinya bukanlah ASN yang menjadi bagian dari tim yang menyukseskan Gamawan Fauzi hingga berhasil menduduki kursi Gubernur Sumatera Barat pada Pilgub 2005.
“Seharusnya ASN hati-hati dan tidak terlibat politik praktis. ASN harus tetap sebagai pegawai profesional saja. Saya yakin, ASN yang ada di Pemerintah Kota Padang ini akan memahami aturan yang sudah ada, jangan libatkan diri dalam kegiatan calon atau pasangan calon kepala daerah,” kata Maron.
Bahkan Maron memberi contoh, Emzalmi sebagai birokrat senior. Sosok yang dinilai tidak pernah berpihak pada setiap penyelenggaraan Pilkada. Justeru ketidak berpihakkan itulah yang membuat Emzalmi diberi tugas menduduki jabatan tertinggi di birokrasi yaitu sebagai seorang Sekretaris Daerah Kota Padang.
“Emzalmi merupakan sosok ASN yang tidak mau berseberangan, apalagi dalam sikap politiknya. Karena dia benar-benar tekun menghadapi tugas-tugasnya dibirokrasi ketimbang ikut-ikutan dalam politik praktis, karena dia menyadari bahwa jabatan itu adalah amanah,” kata Maron.
Semenjak Emzalmi diberi amanah sebagai Kepala Dinas Tata Kota Solok, kemudian diangkat sebagai Kepala Dinas PU Kota Bukittinggi, dan sampai menduduki jabatan sebagai kepala Bappeda dan kemudian diangkat sebagai Sekretaris daerah Kota Padang. Maron menuturkan tidak sekalipun Emzalmi melibatkan diri sebagai salah satu tim sukses salah satu calon Kepala Daerah.
“Bagi seorang Emzalmi kerja secara profesional itu lebih penting, ketimbang mengemis jabatan kepada pimpinan,” ujar Maron.
Marzuki Onmar berharap, pada Pilkada 2018 ini hendaknya ASN menyadari bahwa aturan itu makin ketat, jangan korbankan diri karena mengejar jabatan yang belum tentu hasilnya seperti yang dipikirkan. Karena situasi politik itu setiap saat bisa saja berubah.”Bagaimana kalau kandidat yang didukung kalah? Apa yang akan terjadi?,” pungkas Maron. (TMC)