Budi Syahrial Padang - Jika kota Padang ingin menjadi Kota Wisata seperti Bali, Jogya dan Bandung, pemko mesti bekerja dan tuan-tuan takur ...
Budi Syahrial |
Padang - Jika kota Padang ingin menjadi Kota Wisata seperti Bali, Jogya dan Bandung, pemko mesti bekerja dan tuan-tuan takur mesti diberantas karena memeras dan menjadikan pedagang sebagai sapi perah.
"Hal ini juga diperparah adanya oknum didinas terkait, khususnya Disperindag dan Dishub hingga Pol PP yang patut dicurigai menerima aliran dana upeti tuan takur dengan bukti sejumlah jalanan dan trotoar justru bukannya tertib tapi menjamur PKL," sebut Anggota fraksi Gerindra ini, dikutip media ini difacebook yang telah diizinkan Budi, beberapa waktu lalu.
Budi Syahrial pun mengungkapkan, bahwa 90 persen warga kota Padang ingin kotanya tertib dan nyaman, sesuai fungsi jalan dan trotoar berdasarkan polling soal kenyamanan kota. Pemko dan Forkopimda perlu duduk bersama mengembalikan dan mewujudkan keinginan masyarakat itu.
Seperti Bandung lah, kata Budi Syahrial, pemkonya menjamin kenyamanan agar orang berwisata dan menghabiskan uangnya belanja disana, sebab kalau hanya sekedar belanja semua orang bisa lewat toko online atau internet.
"Berbeda dengan Padang, semrawut dan orang malas masuk ke pusat belanja karena lahan parkir dan jalan sudah berubah fungsi. Apakah ditunggu bangkrut semua termasuk PKL karena orang tidak mau wisata dan belanja ke Padang," ucap Anggota Komisi I DPRD Kota Padang ini.
Keterangkan Budi Syahrial saat berkunjung ke Kota Bandung, pemkonya berhasil mengatasi kesemrawutan lalintas dan bagaimana memperlancar jalan dan trotoar agar tidak kehilangan fungsinya.
"Wakil Walikota Bandung langsung turun ke lapangan mendampingi pendataan dari pihak kelurahan hingga kecamatan mendata berapa pedagang yang memakai badan jalan dan trotoar dan kemudian direlokasi ke sejumlah fasum yang disulap jadi tempat berdagang PKL tetapi ditata rapi," sebutnya.
"Mereka juga menggaet sejumlah BUMN untuk menggelontorkan dana CSR sehingga menjadi tempat wisata makan maupun belanja fashion di fasum-fasum yang nganggur milik Pemko Bandung. Kelompok PKL dibentuk, para jeger (tuan takur-red) diberantas habis dengan polisi dan ditindak hukum," tambah Budi.
Diterangkan juga, PKL di Bandung itu dibebaskan dari uang takut, sewa jalan dan biaya siluman lainnya, mereka dilindungi dilokasi baru dan kelompoknya saling menjaga agar tidak menganggu laluintas dan trotoar.
"Jadi jalan dan trotoar benar-benar bebas PKL, suasana belanja justru makin ramai di lokasi yang telah ditertibkan dan toko-toko menjadi kelihatan lagi karena selama ini ditutupi gerai-gerai PKL," ujar Budi.
Diungkapkannya, PKL di Bandung itu, direlokasi ke lokasi lain dan diayomi dengan pelatihan SDM, bina manajemen dan bagi yang masih bandel memakai badan jalan dan trotoar disita dan dijaga pol pp secara terus menerus.
Satuan Tugas Khusus (SATGASSUS) langsung dipimpin Wakil Walikota dan seluruh dinas terkait dikontrol DPRD Kota Bandung khususnya komisi A dan B. Oknum TNI, Polri backing diberantas dan dipindahkan ke daerah lain sehingga tidak menganggu lagi.
Forkopimda disana kompak dan DPRD mengontrol ketat agar kota Bandung nyaman didatangi wisatawan.
Kepala Pol PPnya pun menegaskan, mereka sering dipanggil mendadak oleh DPRD jika ditemukan ada PKL membandel dan langsung turun karena memang masyarakat sekarang maunya tertib dan nyaman.
Bandung mesti nyaman dan untuk itu diterbitkan Perwako menetapkan jam operasional PKL dan penetapan zona merah, kuning dan hijau. Semua jalan di data dan ditetapkan menjadi zona merah berarti tidak boleh ada PKL, zona kuning boleh ada PKL namun diatur jam operasionalnya dengan ketat dan zona hijau dikawasan pinggiran Kota dan memakai fasum-fasum dengan design tempat dibantu CSR.
Hal plus dari Wawako Bandung, rapat dengan PKL tidak perlu memandang tempat, rapat langsung di lapangan dan penyelesaian juga dilapangan dengan membawa staf satgassus dan dinas terkait, jadi kerjanya kongkret dan problem solver. (**)
COMMENTS